Judul Cerpen : My Damn
life
Namaku Puguh. Aku
memilki 2 saudara laki laki. Mereka bernama Kimin(adik) dan Kamto(kakak). Kami
adalah 3 bersaudara laki laki. Aku sebagai
anak kedua. Ayahku sudah meninggal sejak kami bertiga masih kecil. Aku
anak yatim. Ibuku sudah mulai menua. Kehidupanku sungguh kelam. Sungguh. Namun,
ini kenyataannya. Ibuku Gila. Ibuku bernama Nyomi. Sakit memang dihati
menanggung perasaan yang entah tak bisa kukatakan, ibuku telah menjadi orang
terpopuler di kampungku. Nyomi. Di hadapan warga kampungku, Nyomi tak lagi
mempunyai harga diri untuk dihormati. Bagaimana lagi? Ibuku adalah orang
gila. Seringkali aku menyaksikan, Ibuku
dihujat diusir dan dibentak i oleh para warga desa karena ibuku mendatangi
rumahnya untuk meminta recehan atau apalah. Iya, aku sadar. Bau Badan Ibuku
sudah tak bisa diungkapkan kata kata lagi. Sungguh tak enak. Baju yang hanya
memakai long dress kumal sebulan mungkin tak ganti itulah mungkin penyebabnya.
Bagaimana lagi? Ibuku tak mau mandi.
Walaupun sebenarnya,
aku telah menyadari bahwa ibuku mungkin sudah sembuh dari gilanya. Sebenarnya,
Ibuku bisa diajak bicara baik baik. Aku pun sering mengajaknya bicara seperti
orang biasanya. Beliau nyambung juga. Namun, tingkat kestres-an di otak ibuku
memang masih sensitive. Sedikit saja ibuku merasa tersakiti beliau akan
berteriak teriak dan kembali seperti gila. Di hadapan warga ibuku sudah
terkenal sebagai orang gila yang suka menjelajahi jalan kampung dan berteriak teriak gak jelas.
Namun, beliau tau jalan rumah untuk pulang. Aku masih nggak faham atas keadaan
otak beliau. Ingin rasanya untuk membawanya ke dokter psikologi. Namun, apa
daya... Aku hanya bekerja sebagai kuli angkat.
Namun, kepedihan
dalam menerima nasib ini tak berhenti disini saja. Tidak hanya Ibuku yang gila.
Ya, semua saudaraku juga gila. Ingin rasanya seperti orang normal yang
mempunyai sebuah keluarga yang sederhanapun dngan segala kehangatan keluarga.
Aku hanya bisa bersyukur. Kamto, kakakku mulai gila ketika cintanya ditolak
mentah mentah setelah kekasihnya mengetahui bahwa ibu kami gila, Nyomi. Kamto
langsung pergi dari rumah setelah penolakan itu, entah kemana. Namun, beberapa
minggu Kamto pulang kembali. Tidak hanya itu, Kimin, adikku juga gila. Entah,
aku tak tau penyebabnya secara jelas. Namun, dia sering berbicara sendiri
dengan memanggil nama seorang perempuan. Mungkin, ia juga patah hati. Ngilu
rasanya memikirkan keadaan sebuah keluarga yang seperti ini.
Kenapa hanya aku
yang tak gila. Kenapa hanya aku yang memikul beban perasaan ini. Kenapa tak ada
seorangpun yang mengerti perasaanku seperti ini. Sakit... Sakit rasanya ketika
semua orang mencaci kami. Pedih... Ketika semua orang tak memerdulikan yang
dimana keberadaan kita ini hanya sebagai sampah masyarakat saja. Lihatlah...
Keluargaku adalah keluarga gila. Hanya satu kata syukur yang aku rasakan. Masih
untung, tempat hidupku di sebuah kampung. Andaisaja jika di Kota. Habis sudah
riwayat hidup keluargaku. Ibu, Kimin dan Kamto pasi sudah ditangkap para oknum
oknum kota. Aku tak akan bisa lagi untuk bersanding dengan mereka.
"Buk...wes
mangan rong?", kataku menanyakan yang artinya sudah makan apa belum. Kedua
mata ibu tua dengan rambut putih yang sepanjang 5 mili dari kepala ini hanya
menggeleng. Ya, ibuku gundul dan botak. Kulit hitam dan kusam serta kulit yang
keriput.
Aku segera
bergegas ke warung untuk beli nasi bungkus.
"Tuku opo guh... Dekmang mbokmu moro mrene neh kae lo!
Omongono to ngger... Ora sopan enek wong seng mangan barang kok moro moro
lunggoh njalok sego, diomongi malah mesoh mesoh kae lo..
Biyoh!!"("Beli apa guh...tadi ibumu kesini lagi itu lo! Beritahu dia
nak.. Tidak sopan jika ada orang yang makan lalu dia tiba tiba datang kesini
duduk dan minta nasi, dibilangi malah berkata buruk(berhujat).", kata
seuntai kalimat yang panjang dan perih dihati. Aku hanya mengengeh dan berkata,
"jenenge yo wong setres buk... Nek mrene opo njalokke mbokku kek ono ae
engko seng mbayar tak aku, kek ono opo njalukke teros usiren gakpopo mengko lak
yo ngaleh nek wes pok ke'i.."(Namanya juga orang gila buk... Kalo kesini
apa yang diminta ibukku kasihkan aja nanti biar aku yang membayar, habis
dikasih diusir gakpapa nanti kan juga pergi kalo sudah dikasih").
Kejadian
seperti inilah, yang sangat ngilu di kepala. Aku hanya menatap kosong aspal
panas ini. Sebenarnya, aku sudah kebal akan hujatan atau cacian seperti itu.
Sebenarnya,
dulu, ketika aku mulai menyadari bahwa ibukku adalah orang stress, aku sangat
malu malu sekali. Malu dengan tetangga, teman, dan semua yang mengenaliku.
Ibukku tak mau memakai pakaian kesana kemari menyusuri jalan desa. Sungguh, aku
tak menyangka jika ibukku benar benar tak waras. Sungguh, aku pernah mengalami
suatu drop life. Jiwaku seperti tak mau menerima kenyataan. Aku pernah tak
mengakuinya sebagai ibukku. Bahkan, aku pernah berpikir untuk bunuh diri.
Tragis.
Namun, seiring
berjalannya umur. Akhirnya, Allah memberi hidayah kepadaku. Aku menerima
keadaan hidupku.Yes, Its a True life and its my damn life. Walaupun seperti itu,
aku percaya Allah pasti memberi kejutan dibalik cerita hidup ini. Amin.
END
Subhanallah ;-( terharu Ishmah,!
ReplyDeletePuguh, kau hebat!
aku juga, ini cerita nyata, nyomi adalah orang gila di kampungku. :'(
Delete