Loading...
Saturday, 21 June 2014

My Damn Life (CERPEN - FICTION SHORT STORY )

           Judul Cerpen : My Damn life
           By : Yama Yam

                                            My Damn Life


    Namaku Puguh. Aku memilki 2 saudara laki laki. Mereka bernama Kimin(adik) dan Kamto(kakak). Kami adalah 3 bersaudara laki laki. Aku sebagai  anak kedua. Ayahku sudah meninggal sejak kami bertiga masih kecil. Aku anak yatim. Ibuku sudah mulai menua. Kehidupanku sungguh kelam. Sungguh. Namun, ini kenyataannya. Ibuku Gila. Ibuku bernama Nyomi. Sakit memang dihati menanggung perasaan yang entah tak bisa kukatakan, ibuku telah menjadi orang terpopuler di kampungku. Nyomi. Di hadapan warga kampungku, Nyomi tak lagi mempunyai harga diri untuk dihormati. Bagaimana lagi? Ibuku adalah orang gila.  Seringkali aku menyaksikan, Ibuku dihujat diusir dan dibentak i oleh para warga desa karena ibuku mendatangi rumahnya untuk meminta recehan atau apalah. Iya, aku sadar. Bau Badan Ibuku sudah tak bisa diungkapkan kata kata lagi. Sungguh tak enak. Baju yang hanya memakai long dress kumal sebulan mungkin tak ganti itulah mungkin penyebabnya. Bagaimana lagi? Ibuku tak mau mandi.
     Walaupun sebenarnya, aku telah menyadari bahwa ibuku mungkin sudah sembuh dari gilanya. Sebenarnya, Ibuku bisa diajak bicara baik baik. Aku pun sering mengajaknya bicara seperti orang biasanya. Beliau nyambung juga. Namun, tingkat kestres-an di otak ibuku memang masih sensitive. Sedikit saja ibuku merasa tersakiti beliau akan berteriak teriak dan kembali seperti gila. Di hadapan warga ibuku sudah terkenal sebagai orang gila yang suka menjelajahi  jalan kampung dan berteriak teriak gak jelas. Namun, beliau tau jalan rumah untuk pulang. Aku masih nggak faham atas keadaan otak beliau. Ingin rasanya untuk membawanya ke dokter psikologi. Namun, apa daya... Aku hanya bekerja sebagai kuli angkat.
      Namun, kepedihan dalam menerima nasib ini tak berhenti disini saja. Tidak hanya Ibuku yang gila. Ya, semua saudaraku juga gila. Ingin rasanya seperti orang normal yang mempunyai sebuah keluarga yang sederhanapun dngan segala kehangatan keluarga. Aku hanya bisa bersyukur. Kamto, kakakku mulai gila ketika cintanya ditolak mentah mentah setelah kekasihnya mengetahui bahwa ibu kami gila, Nyomi. Kamto langsung pergi dari rumah setelah penolakan itu, entah kemana. Namun, beberapa minggu Kamto pulang kembali. Tidak hanya itu, Kimin, adikku juga gila. Entah, aku tak tau penyebabnya secara jelas. Namun, dia sering berbicara sendiri dengan memanggil nama seorang perempuan. Mungkin, ia juga patah hati. Ngilu rasanya memikirkan keadaan sebuah keluarga yang seperti ini.
     Kenapa hanya aku yang tak gila. Kenapa hanya aku yang memikul beban perasaan ini. Kenapa tak ada seorangpun yang mengerti perasaanku seperti ini. Sakit... Sakit rasanya ketika semua orang mencaci kami. Pedih... Ketika semua orang tak memerdulikan yang dimana keberadaan kita ini hanya sebagai sampah masyarakat saja. Lihatlah... Keluargaku adalah keluarga gila. Hanya satu kata syukur yang aku rasakan. Masih untung, tempat hidupku di sebuah kampung. Andaisaja jika di Kota. Habis sudah riwayat hidup keluargaku. Ibu, Kimin dan Kamto pasi sudah ditangkap para oknum oknum kota. Aku tak akan bisa lagi untuk bersanding dengan mereka.
      "Buk...wes mangan rong?", kataku menanyakan yang artinya sudah makan apa belum. Kedua mata ibu tua dengan rambut putih yang sepanjang 5 mili dari kepala ini hanya menggeleng. Ya, ibuku gundul dan botak. Kulit hitam dan kusam serta kulit yang keriput.
      Aku segera bergegas ke warung untuk beli nasi bungkus.
"Tuku opo guh... Dekmang mbokmu moro mrene neh kae lo! Omongono to ngger... Ora sopan enek wong seng mangan barang kok moro moro lunggoh njalok sego, diomongi malah mesoh mesoh kae lo.. Biyoh!!"("Beli apa guh...tadi ibumu kesini lagi itu lo! Beritahu dia nak.. Tidak sopan jika ada orang yang makan lalu dia tiba tiba datang kesini duduk dan minta nasi, dibilangi malah berkata buruk(berhujat).", kata seuntai kalimat yang panjang dan perih dihati. Aku hanya mengengeh dan berkata, "jenenge yo wong setres buk... Nek mrene opo njalokke mbokku kek ono ae engko seng mbayar tak aku, kek ono opo njalukke teros usiren gakpopo mengko lak yo ngaleh nek wes pok ke'i.."(Namanya juga orang gila buk... Kalo kesini apa yang diminta ibukku kasihkan aja nanti biar aku yang membayar, habis dikasih diusir gakpapa nanti kan juga pergi kalo sudah dikasih").
       Kejadian seperti inilah, yang sangat ngilu di kepala. Aku hanya menatap kosong aspal panas ini. Sebenarnya, aku sudah kebal akan hujatan atau cacian seperti itu.
       Sebenarnya, dulu, ketika aku mulai menyadari bahwa ibukku adalah orang stress, aku sangat malu malu sekali. Malu dengan tetangga, teman, dan semua yang mengenaliku. Ibukku tak mau memakai pakaian kesana kemari menyusuri jalan desa. Sungguh, aku tak menyangka jika ibukku benar benar tak waras. Sungguh, aku pernah mengalami suatu drop life. Jiwaku seperti tak mau menerima kenyataan. Aku pernah tak mengakuinya sebagai ibukku. Bahkan, aku pernah berpikir untuk bunuh diri. Tragis.

      Namun, seiring berjalannya umur. Akhirnya, Allah memberi hidayah kepadaku. Aku menerima keadaan hidupku.Yes, Its a True life and its my damn life. Walaupun seperti itu, aku percaya Allah pasti memberi kejutan dibalik cerita hidup ini. Amin.

END

2 komentar:

  1. Subhanallah ;-( terharu Ishmah,!
    Puguh, kau hebat!

    ReplyDelete
    Replies
    1. aku juga, ini cerita nyata, nyomi adalah orang gila di kampungku. :'(

      Delete

 
TOP