Title Short Story :
Memang Tak Bisa Bersembunyi
By : Yama Yam
Memang Tak Bisa Bersembunyi
Tersangka
pembunuhan itupun diseret oleh para polisi ganas menuju Bis warna hijau khusus
para pidana. Ya, itulah nasib seorang bapak bapak yang kurang lebih berumur 40
tahunan. Sebut saja namanya Gandi. Wajahnya terlihat seperti tak memikul rasa
sedih sedikitpun. Sangat tenang namun mengerikan.
Hukuman 10 tahun
penjara itupun ia lalui. Masih masuk akal, terdengar bahwa ia dan istrinya
telah cerai setelah kejadian pembunuhan kepada suami teman tersangka. Ya,
tersangka adalah seorang pembunuh bayaran. Mungkin bisa dibilang seperti
demikian. Upah 12 juta rupiah akan diberikan jika berhasil membunuh sang
target. Lebih mengerikan, otak dari pembunuhan ini adalah istri korban sendiri.
Alasan pembunuhan ini masih belum terdengar. Namun, nasib malang memang menimpa
Gandi. Ia hanya baru diberi 3 juta saja untuk DP pelaksanaan pembunuhan karena
sang otak pembunuhan baru akan melunasi setelah suaminya benar benar meninggal
dan hal itu didahului oleh penyergapan polisi kepada Gandi. Sekali lagi, memang
sungguh mengerikan. Gandi berani melakukan itu karena masalah ekonominya yang
semrawut. Kejadian ini adalah pembunuhannya untuk yang pertama kalinya.
"Pilih aja
ron..mau sepeda yang mana kamu nak..", kata Gandi sambil mengelus kepala
anak laki lakinya yang berumur 11 tahun itu. 10 tahun di penjara membuatnya
sangat terlihat tua dari sebelumnya. Baron sungguh merasa senang hari ini,
pulang dari menjemput pembebasan ayahnya di penjara ia dibelikan sepeda baru.
Upah kerja membuat ketrampilan ini diberikan kepada para tahanan ketika
pembebasan tahanan. Gandi mewujudkan impian yang di tunggu tunggunya untuk
membelikan anaknya sepeda baru.
Hidup bersosial
ia jalani lagi. Sahabat memang tak mengenal status. Ia tetap ditemani oleh para
sahabatnya walau masa lalu jati dirinya. Seorang Preman kelas kakap dan
tentunya pembunuh bayaran. Profesi sebagai preman ini digelutinya ketika ia
muda di kota besar Surabaya. Namun, ia mulai meninggalkan Surabaya dan memilih
untuk hidup di suatu kota kecil jauh dari Surabaya karena ia adalah seorang
buronan polisi. Memang suatu kehidupan yang rumit. Gandi hanya memasang wajah
tenang bahkan sangat teduh tanpa pikiran serumit kehidupannya.
Di umur yang 40
tahunan itu, Gandi mendapatkan jodohnya kembali. Seorang wanita paruh baya mau
menjadi istrinya. Istri yang penurut dan memberinya anak yang baru berumur 1
tahunan serta Baron anak dari istri pertamanya terasa menyempurnakan kehidupan
kelam Gandi. Tak tau lebih jelasnya, sebagaimana bisa sang istri menyembunyikan
perasaannya terhadap suaminya yang seorang preman sekaligus pembunuh ataupun
istrinya benar benar tak mengetahuinya.
Gandi, ia mulai
sadar akan perbuatan di masa lalunya. Ia hanya menampakkan muka seperti orang
biasa tanpa beban. Walaupun, ia tahu bahwa ia harus mencari uang untuk membeli
susu anak keduanya yang berumur 1 tahunan.
Tobat,
kemungkinan besar ia akan melangkah sedikit demi sedikit menuju jalan kebenaran
itu. Gandi menuju ke rumah sakit. Memasuki kamar donor darah. Ya, ia menjual
darahnya pada pihak rumah sakit. Alhasil, ia dapat pulang dengan membawa susu
kardus dan roti untuk anaknya. Hari demi hari ia bekerja keras untuk mencari
sebuah pekerjaan halal. Seorang sahabatnya memberikan peluang kepadanya.
Akhirnya, Gandi bekerja di suatu Bengkel Klenteng Mobil-mobil. Ia berjanji pada
dirinya sendiri untuk bekerja dengan sebaik-baiknya.
Masa lalu Gandi yang
sangat mengerikan itu sudah seperti hiasan yang selalu menempel pada permukaan
dirinya. Yang selalu ada dan terlihat jelas bagi orang orang yang mengenalnya.
Setiap orang mengetahui masa lalu Gandi. Bahkan dari mulut ke mulut, orang awam
pun tahu masa lalunya walaupun tak mengetahui sosok Gandi yang mana. Pembunuh
bayaran, itulah sebutannya. Namun, kedok seorang preman dan pembunuh bayaran
ini tak berlaku di hati para anak dan istrinya. Gandi merupakan sesosok laki
laki yang sangat lembut dan bijaksana, ucapan yang pernah keluar dari mulut
Baron.
END
0 komentar:
Post a Comment